Djoko Santoso Dukung Prabowo Mudur dari Pilpres 2019, Siap Dipenjara 5 Tahun, ''Kami Siap Mati Kok''
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA — Prabowo Subianto mengancam mundur dari Pilpres 2019 jika terjadi banyak kecurangan dalam penyelenggaraan Pilpres.
Djoko Santoso, Ketua Bandan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo-Sandiaga Uno, sangat mendukung keputusan Prabowo.
Bahkan, Djoko Santoso tidak keberatan jika dipidanakan gara-gara mundur dari Pilpres 2019.
"Saya dukung dong, dia pimpinan saya. Karena kami lulus SMA, 18 tahun (masuk TNI) itu sudah teken kontrak, ada itu. Bahwa prajurit itu akan bertugas menegakkan keadilan dan kebenaran. Pidana, pidanakan saja. Kami sudah kontrak mati kok," ujar Djoko Santoso seperti dikutip dari Kompas.com.
Jika Prabowo Suabianto benar-benar mundur dari kompetisi Pilpres 2019, maka dia terancam hukuman penjara selama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 50 miliar.
Aturan itu termuat di Pasal 552 Undang-Undang Pemilu yang menyebutkan setiap calon Presiden atau Wakil Presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan calon Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta.
Dalam pasal lain, setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden memang dilarang mundur jika sudah ditetapkan oleh KPU.
Aturan itu ada di pasal 236 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan, bakal pasangan calon dilarang mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan menanggapi pernyataan Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Djoko Santoso, soal ancaman mundurnya Prabowo jika terdapat potensi kecurangan dalam Pilpres 2019.
Wahyu mengatakan, Undang-Undang Pemilu sudah mengatur segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pilpres, termasuk kemungkinan bagi pasangan calon untuk mengundurkan diri.
"Kami belum berkomentar, tapi yang pasti segala sesuatu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017," kata Wahyu di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (14/1/2019).
Menurut Wahyu, undang-undang telah mengatur hak dan kewajiban pasangan calon selama menjadi peserta pemilu.
Hal ini harus dipatuhi oleh pasangan calon sejak ditetapkan sebagai peserta pemilu.
"Jadi hak dan kewajiban paslon presiden dan wakil presiden setelah ditetapkan sebagai peserta pemilu itu ada hak dan kewajiban," ujar dia.
Wakil Ketua Dewan Penasihat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uni, Hidayat Nur Wahid, tidak sependapat dengan Djoko Santoso yang menyebut Prabowo akan mengundurkan diri dari Pilpres 2019.
Menurutnya, pernyataan itu adalah pendapat pribadi dari Ketua BPN Djoko Santoso.
"saya berharap itu bukan keputusan resmi ya, masih pendapat pribadi, karena itu tidak pernah kita rapatkan," ujar Hidayat Nur Wahid di Kompleks Parlemen, Senin (14/1/2019), seperti dikutip dari Kompas.com.
Sebelumnya, Ketua BPN Djoko Santoso menyebut Prabowo Subianto akan mengundurkan diri jika terdapat potensi kecurangan dalam Pilpres 2019.
Mereka menuduh, potensi kecurangan pemilu hingga saat ini terus terjadi.
Salah satu potensi kecurangan tersebut adalah diperbolehkannya penyandang disabilitas mental atau tunagrahita untuk menggunakan hak pilihnya.
Djoko menyampaikan akan mendukung Prabowo Subianto jika benar mengundurkan diri dari kontestasi pilpres meskipun ada ancaman pidana.
BACA SUMBER