"Ingat! Kejahatan bukan semata-mata karena ada niat dari pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah! Waspadalah!"
Saya yakin, sebagian besar masyarakat Indonesia pasti cukup familiar dengan kutipan diatas. Ya, kalimat itu sering disampaikan oleh sosok bertopeng dengan perawakan besar dari balik jeruji besi bernama 'Bang Napi' dalam tayangan berita kriminal SERGAP di RCTI.
Pesan Bang Napi terdengar cukup sederhana, tetapi sangat relevan dengan logika kejahatan. Niat bukan lah satu-satunya pemicu tindak kejahatan, kesempatan dan situasi lingkungan yang memungkinkan bisa menggoda siapapun agar terjerumus dalam lingkaran kejahatan.
Tapi di sisi lain, yang menurut saya lebih penting untuk diwaspadai adalah kejahatan atas dasar niat. Tindak kejahatan karena ada kesempatan akan terjadi secara spontan, artinya besar kemungkinan si pelaku melakukan kesalahan karena tidak ada perencanaan serta persiapan, ini mudah untuk digagalkan dengan catatan kita tidak lalai dan tidak takut.
Tapi kejahatan yang dilakukan karena ada niat, disadari atau tidak, pelakunya akan terdorong untuk menyusun rencana. Bahayanya, jika si pelaku kejahatan adalah orang yang berintelijensi tinggi atau cerdas, tidak menutup kemungkinan aksinya akan sulit untuk dicegah dan pelakunya bisa saja lolos dari jerat hukum.
Dan sayangnya, ini benar-benar pernah terjadi di dunia nyata. Berikut ini adalah dokumentasi singkat tentang pelaku-pelaku kejahatan yang sempat buron dan aksinya terbilang 'brilian':
4. Gayus Halomoan Tambunan
Referensi pihak ketiga
Sepak terjang pelarian Gayus Tambunan sempat menarik perhatian publik tanah air beberapa tahun silam. Nama Gayus mulai menjadi sorotan setelah Komjen Susno Duadji menyebut ada makelar kasus Rp 25 miliar di tubuh Polri. Kasus ini terjadi pada tahun 2009.
Gayus diketahui sempat bersembunyi ke luar negeri menggunakan paspor palsu untuk menyamarkan identitasnya. Selama bersembunyi, Gayus bahkan masih sempat jalan-jalan, publik pun dibuat tercengang melihat tingkah mantan pegawai Pajak tersebut.
Pelarian Gayus berakhir di Hotel Mandarin Meritus Orchard, Singapura. Gayus berhasil dikepung Tim independen dari Polri yang dipimpin Kombes Pol M Iriawan dan juga tim dari Kompolnas.
Gayus menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tahun 2010 silam. Dari putusan pengadilan, Gayus dihukum 22 tahun penjara.
3. Muhammad Nazaruddin
Referensi pihak ketiga
Berita penangkapan Muhammad Nazaruddin juga tak kalah menghebohkan. Nazaruddin merupakan terpidana kasus dugaan korupsi, penyuapan sekaligus pencucian uang dalam dua kasus besar, yakni wisma atlet di Palembang, Sumatera Selatan dan pembangunan kompleks olahraga di Hambalang, Bogor.
Mantan bendahara umum Partai Demokrat ini sempat menjadi buronan KPK, Polri dan juga interpol. Nazaruddin dikabarkan kabur ke beberapa negara.
Dalam persembunyiannya di luar negeri, Nazaruddin sempat mengunggah video kontroversial. Dalam video itu, Nazaruddin membeberkan sejumlah nama-nama penting yang ikut terlibat dalam lingkaran kejahatan tersebut.
Tapi aksinya tak berlangsung begitu lama, dia berhasil ditangkap setelah KPK menangkap istrinya di Jakarta. Istrinya, Neneng, diketahui sempat menemani suaminya kabur ke sejumlah negara.
Nazaruddin diciduk interpol di Cartagena, Kolombia, pada Minggu 7 Agustus 2011. Penangkapan dilakukan lantaran aparat mendapat laporan adanya penggunaan paspor palsu di wilayahnya.
Nazar kemudian dibawa ke KPK untuk menjalani pemeriksaan. Dia ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
2. Nunun Nurbaetie Darajatun
Referensi pihak ketiga
Keberadaan Nunun Nurbaetie Darajatun, tersangka kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom, sempat misterius.
Nunun melarikan diri dengan dalil pergi berobat ke Singapura. Namun, istri mantan Wakil Kapolri Komjen (Purn) Adang Daradjatun itu tak kunjung kembali.
KPK akhirnya mengirim permohonan red notice atas Nunun. Selanjutnya Polri mendaftarkan buronan tersebut ke markas International Criminal Police Organization (ICPO) di Prancis.
Pelarian Nunun berakhir di Bangkok, dia ditangkap kepolisian Thailand pada Rabu, 7 Desember 2011. Penangkapan berlangsung berdasarkan hasil pencarian pihak keamanan negara melalui foto-foto dan berkas dari KPK.
Kepolisian Thailand lantas meneruskan informasi penangkapan itu kepada Mabes Polri dan KPK. Tim dari KPK langsung datang menjemput Nunung keesokan harinya.
Dalam kasus ini, Nunun diduga telah melakukan suap kepada sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004. Nunun membagi-bagikan 480 cek perjalanan senilai masing-masing Rp 50 juta kepada sejumlah anggota fraksi DPR dalam rangka pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004 yang dimenangkan Miranda Swaray Goeltom.
Miranda ditetapkan sebagai tersangka dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 dan ayat 2 jo pasal 56.
Namun, dalam amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Nunun hanya divonis dua tahun enam bulan kurungan penjara. Vonis ini lebih ringan daripada tuntunan jaksa yakni empat tahun penjara.
1. Edy Tansil
Referensi pihak ketiga
Eddy Tansil adalah legenda korupstor Indonesia. Dia berhasil kabur dari penjara dan hingga kini keberadaannya tidak diketahui. Eddy Tansil dikenal sebagai sosok pengusaha sukses dan terpandang. Eddy juga merupakan direktur utama Golden Key Group, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan.
Dia juga disebut-sebut sebagai petinggi bank Bapindo, salah satu bank termasyhur pada masanya.
Kasusnya bermula ketika Bapindo memberikan kredit kepada Eddy Tansil lewat Golden Key Group sebesar $ 565 juta atau setara Rp 1,5 triliun. Tapi ternyata uang tersebut digelapkan Eddy.
Setelah terbukti melakukan tindak korupsi, melalui persidangan Eddy dijatuhi hukuman 20 tahun penjara, denda Rp 30 juta, membayar uang pengganti sebanyak Rp 500 miliar, serta mengganti kerugian negara sebesar Rp 1,3 triliun. Lapas Cipinang menjadi tempat pesakitan Edi saat itu.
Namun pada tanggal 4 Mei 1996 dirinya berhasil kabur dari penjara dan menghilang.
Pada tahun 1999 sempat beredar kabar bahwa Eddy terlacak berada di Cina, Eddy diduga menjalankan bisnis bir di bawah lisensi perusahaan bir Jerman, Becks Beer Company, di kota Pu Tian, di provinsi Fujian, China.
Kemudian Pada tanggal 29 Oktober 2007, sebuah media massa nasional mengabarkan bahwa Tim Pemburu Koruptor (TPK) yang merupakan tim gabungan Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, dan Polri, telah menyatakan bahwa mereka akan segera memburu Eddy Tansil.
Namun, tidak ada kelanjutan informasi apapun setelah berita tersebut menyebar.
Enam tahun berselang, tepatnya pada tahun 2013, nama Eddy Tansil kembali mencuat ke permukaan. Rencananya, pemerintah akan membuka lagi penyelidikan tentang kasus ini. Geliat ini muncul setelah pemerintah mendapat kabar pasti tentang keberadaan Eddy yang saat itu positif ada di Tiongkok.
Dalam proses perburuan, pemerintah Indonesia mengajukan permintaan ekstradisi kepada petinggi Tiongkok. Tapi rencana tersebut kembali menjadi angin lalu.
Dan hingga kini, nama Eddy Tansil tak pernah terdengar lagi. Rumor pun beredar, Konon Eddy sengaja diberi kesempatan untuk kabur hanya untuk dihabisi. Tujuannya: menghapus jejak skandal kredit macet itu.
Tapi rumor tetaplah rumor. Selama tidak ada bukti dan kejelasan, namanya akan tetap terkubur dalam diari kelam bangsa ini.
Kasus fenomenal Eddy Tansil adalah bukti, betapa sulitnya mengendalikan koruptor, persisnya perkongsian para koruptor. Juga menjadi monumen ihwal ringkihnya sistem hukum di Indonesia yang dengan mudah dijebol koruptor kelas kakap.
Baca Sumber
Saya yakin, sebagian besar masyarakat Indonesia pasti cukup familiar dengan kutipan diatas. Ya, kalimat itu sering disampaikan oleh sosok bertopeng dengan perawakan besar dari balik jeruji besi bernama 'Bang Napi' dalam tayangan berita kriminal SERGAP di RCTI.
Pesan Bang Napi terdengar cukup sederhana, tetapi sangat relevan dengan logika kejahatan. Niat bukan lah satu-satunya pemicu tindak kejahatan, kesempatan dan situasi lingkungan yang memungkinkan bisa menggoda siapapun agar terjerumus dalam lingkaran kejahatan.
Tapi di sisi lain, yang menurut saya lebih penting untuk diwaspadai adalah kejahatan atas dasar niat. Tindak kejahatan karena ada kesempatan akan terjadi secara spontan, artinya besar kemungkinan si pelaku melakukan kesalahan karena tidak ada perencanaan serta persiapan, ini mudah untuk digagalkan dengan catatan kita tidak lalai dan tidak takut.
Tapi kejahatan yang dilakukan karena ada niat, disadari atau tidak, pelakunya akan terdorong untuk menyusun rencana. Bahayanya, jika si pelaku kejahatan adalah orang yang berintelijensi tinggi atau cerdas, tidak menutup kemungkinan aksinya akan sulit untuk dicegah dan pelakunya bisa saja lolos dari jerat hukum.
Dan sayangnya, ini benar-benar pernah terjadi di dunia nyata. Berikut ini adalah dokumentasi singkat tentang pelaku-pelaku kejahatan yang sempat buron dan aksinya terbilang 'brilian':
4. Gayus Halomoan Tambunan
Referensi pihak ketiga
Sepak terjang pelarian Gayus Tambunan sempat menarik perhatian publik tanah air beberapa tahun silam. Nama Gayus mulai menjadi sorotan setelah Komjen Susno Duadji menyebut ada makelar kasus Rp 25 miliar di tubuh Polri. Kasus ini terjadi pada tahun 2009.
Gayus diketahui sempat bersembunyi ke luar negeri menggunakan paspor palsu untuk menyamarkan identitasnya. Selama bersembunyi, Gayus bahkan masih sempat jalan-jalan, publik pun dibuat tercengang melihat tingkah mantan pegawai Pajak tersebut.
Pelarian Gayus berakhir di Hotel Mandarin Meritus Orchard, Singapura. Gayus berhasil dikepung Tim independen dari Polri yang dipimpin Kombes Pol M Iriawan dan juga tim dari Kompolnas.
Gayus menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tahun 2010 silam. Dari putusan pengadilan, Gayus dihukum 22 tahun penjara.
3. Muhammad Nazaruddin
Referensi pihak ketiga
Berita penangkapan Muhammad Nazaruddin juga tak kalah menghebohkan. Nazaruddin merupakan terpidana kasus dugaan korupsi, penyuapan sekaligus pencucian uang dalam dua kasus besar, yakni wisma atlet di Palembang, Sumatera Selatan dan pembangunan kompleks olahraga di Hambalang, Bogor.
Mantan bendahara umum Partai Demokrat ini sempat menjadi buronan KPK, Polri dan juga interpol. Nazaruddin dikabarkan kabur ke beberapa negara.
Dalam persembunyiannya di luar negeri, Nazaruddin sempat mengunggah video kontroversial. Dalam video itu, Nazaruddin membeberkan sejumlah nama-nama penting yang ikut terlibat dalam lingkaran kejahatan tersebut.
Tapi aksinya tak berlangsung begitu lama, dia berhasil ditangkap setelah KPK menangkap istrinya di Jakarta. Istrinya, Neneng, diketahui sempat menemani suaminya kabur ke sejumlah negara.
Nazaruddin diciduk interpol di Cartagena, Kolombia, pada Minggu 7 Agustus 2011. Penangkapan dilakukan lantaran aparat mendapat laporan adanya penggunaan paspor palsu di wilayahnya.
Nazar kemudian dibawa ke KPK untuk menjalani pemeriksaan. Dia ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
2. Nunun Nurbaetie Darajatun
Referensi pihak ketiga
Keberadaan Nunun Nurbaetie Darajatun, tersangka kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom, sempat misterius.
Nunun melarikan diri dengan dalil pergi berobat ke Singapura. Namun, istri mantan Wakil Kapolri Komjen (Purn) Adang Daradjatun itu tak kunjung kembali.
KPK akhirnya mengirim permohonan red notice atas Nunun. Selanjutnya Polri mendaftarkan buronan tersebut ke markas International Criminal Police Organization (ICPO) di Prancis.
Pelarian Nunun berakhir di Bangkok, dia ditangkap kepolisian Thailand pada Rabu, 7 Desember 2011. Penangkapan berlangsung berdasarkan hasil pencarian pihak keamanan negara melalui foto-foto dan berkas dari KPK.
Kepolisian Thailand lantas meneruskan informasi penangkapan itu kepada Mabes Polri dan KPK. Tim dari KPK langsung datang menjemput Nunung keesokan harinya.
Dalam kasus ini, Nunun diduga telah melakukan suap kepada sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004. Nunun membagi-bagikan 480 cek perjalanan senilai masing-masing Rp 50 juta kepada sejumlah anggota fraksi DPR dalam rangka pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004 yang dimenangkan Miranda Swaray Goeltom.
Miranda ditetapkan sebagai tersangka dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 dan ayat 2 jo pasal 56.
Namun, dalam amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Nunun hanya divonis dua tahun enam bulan kurungan penjara. Vonis ini lebih ringan daripada tuntunan jaksa yakni empat tahun penjara.
1. Edy Tansil
Referensi pihak ketiga
Eddy Tansil adalah legenda korupstor Indonesia. Dia berhasil kabur dari penjara dan hingga kini keberadaannya tidak diketahui. Eddy Tansil dikenal sebagai sosok pengusaha sukses dan terpandang. Eddy juga merupakan direktur utama Golden Key Group, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan.
Dia juga disebut-sebut sebagai petinggi bank Bapindo, salah satu bank termasyhur pada masanya.
Kasusnya bermula ketika Bapindo memberikan kredit kepada Eddy Tansil lewat Golden Key Group sebesar $ 565 juta atau setara Rp 1,5 triliun. Tapi ternyata uang tersebut digelapkan Eddy.
Setelah terbukti melakukan tindak korupsi, melalui persidangan Eddy dijatuhi hukuman 20 tahun penjara, denda Rp 30 juta, membayar uang pengganti sebanyak Rp 500 miliar, serta mengganti kerugian negara sebesar Rp 1,3 triliun. Lapas Cipinang menjadi tempat pesakitan Edi saat itu.
Namun pada tanggal 4 Mei 1996 dirinya berhasil kabur dari penjara dan menghilang.
Pada tahun 1999 sempat beredar kabar bahwa Eddy terlacak berada di Cina, Eddy diduga menjalankan bisnis bir di bawah lisensi perusahaan bir Jerman, Becks Beer Company, di kota Pu Tian, di provinsi Fujian, China.
Kemudian Pada tanggal 29 Oktober 2007, sebuah media massa nasional mengabarkan bahwa Tim Pemburu Koruptor (TPK) yang merupakan tim gabungan Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, dan Polri, telah menyatakan bahwa mereka akan segera memburu Eddy Tansil.
Namun, tidak ada kelanjutan informasi apapun setelah berita tersebut menyebar.
Enam tahun berselang, tepatnya pada tahun 2013, nama Eddy Tansil kembali mencuat ke permukaan. Rencananya, pemerintah akan membuka lagi penyelidikan tentang kasus ini. Geliat ini muncul setelah pemerintah mendapat kabar pasti tentang keberadaan Eddy yang saat itu positif ada di Tiongkok.
Dalam proses perburuan, pemerintah Indonesia mengajukan permintaan ekstradisi kepada petinggi Tiongkok. Tapi rencana tersebut kembali menjadi angin lalu.
Dan hingga kini, nama Eddy Tansil tak pernah terdengar lagi. Rumor pun beredar, Konon Eddy sengaja diberi kesempatan untuk kabur hanya untuk dihabisi. Tujuannya: menghapus jejak skandal kredit macet itu.
Tapi rumor tetaplah rumor. Selama tidak ada bukti dan kejelasan, namanya akan tetap terkubur dalam diari kelam bangsa ini.
Kasus fenomenal Eddy Tansil adalah bukti, betapa sulitnya mengendalikan koruptor, persisnya perkongsian para koruptor. Juga menjadi monumen ihwal ringkihnya sistem hukum di Indonesia yang dengan mudah dijebol koruptor kelas kakap.
Baca Sumber